Beranda > Uncategorized > PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN TIPE JIGSAW DAN TIPE TGT (TEAMS GAMES TOURNAMENT) TEHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA DI MTs NW SURADADI TAHUN AJARAN 2010/2011

PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN TIPE JIGSAW DAN TIPE TGT (TEAMS GAMES TOURNAMENT) TEHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA DI MTs NW SURADADI TAHUN AJARAN 2010/2011

SKRIPSI
PENGARUH PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN
TIPE JIGSAW DAN TIPE TGT (TEAMS GAMES TOURNAMENT)
TEHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA DI MTs NW SURADADI
TAHUN AJARAN 2010/2011

OLEH :
MOH.HIZBUL WATHAN
NPM: 06 380 241

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP) HAMZANWADI SELONG
PROGRAM STUDI SOSIOLOGI
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
TAHUN AKADEMIK 2010/2011

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Mutu pendidikan merupakan prioritas utama dalam melaksanakan pendidikan. Dalam upaya peningkatan mutu pendidikan, pemerintah telah melakukan berbagai upaya misalnya melalui penataran guru – guru, perbaikan kurikulum, pengadaan alat – alat laboraturium dan sebagainya. Semua dilakukan sebagai usaha penyesuaian terhadap kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang begitu pesat, oleh karena itu guru di tuntut untuk dapat mengikuti perkembangan tersebut.
Menurut Aqib (2003) salah satu komponen yang berpengaruh dalam rangka peningkatan mutu pendidikan di sekolah adalah proses belajar mengajar yang meliputi penggunaan metode mengajar oleh guru. Kemampuan siswa menerima materi pembelajaran di kelas sangat tergantung dari usaha guru dalam mengkondisikan kegiatan pembelajaran agar dapat menarik minat, perhatian siswa dan memancing kinerja pengetahuan siswa lebih lanjut. Salah satu upaya guru yaitu dengan menggunakan model pembelajaran dimana dalam sebuah model pembelajaran, banyak metode dan pendekatan mengajar yang biasa digunakan secara bervariasi.
Dalam mengajarkan bidang setudi IPS Terpadu dibutuhkan strategi belajar mengajar yang dilengkapi dengan berbagai medel dan metode pembelajaran yang sesuai. Oleh karena itu, guru hendaknya tidak terpaku pada satu metode saja, tetapi perlu memilih metode lain yang lebih tepat guna mempermudah pencapaian tujuan pembelajaran yang telah di rumuskan. Seperti yang kita lihat dalam kenyataan, metode pembelajaran yang kerap kali digunakan adalah metode ceramah dimana proses pelajaran yang disajikan guru secara menonton sehingga pembicaraan lebih bersifat satu arah menyebabkan siswa kurang aktif dalam proses pembalajaran.
Dalam proses pembelajaran keaktifan dan interaksi antar siswa sangat penting. Salah satu model pembelajaran yang dapat meningkatkan keaktifan dan interaksi antar siswa adalah model pembelajaran koopratif, hasil penelitian Dewi (2006) bahwa model pembelajaran koopratif dapat meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa. Kesimpulan yang sama didukung penelitian Nurul (2008) bahwa hasil belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran koopratif lebih tinggi dibandingkan dengan model pembelajaran tradisional.
Berdasarkan hasil penelitian di atas terbukti bahwa pembelajaran koopratif dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal ini terjadi karena pembelajaran koopratif memanfaatkan kecendrungan siswa untuk berintraksi dalam kelompok kecil. Dalam model pembelajaran ini siswa diberikan kesempatan untuk berdiskusi mengenai materi tertentu dalam kelompok.
Pembelajaran koopratif memiliki beberapa variasi model pembelajaran. Beberapa tipe dalam pembelajaran tersebut yaitu STAD (Student Teams – Achievement Division), TGT (Teams Games Tournament), Jigsaw, TPS (Think – Pair – share), dan NHT (Number – Head – Together). Pelajaran yang disebut di atas memiliki persamaan dan perbedaan dalam pelaksanaannya. Di dalam kegiatan pembelajaran IPS Terpadu guru kebanyakan menggunakan metode ceramah dan memberi catatan dalam menyampaikan materi pelajaran. Hal ini menyebabkan siswa menjadi cepat jenuh dan kurang aktif dalam kegiatan pembelajaran.
Umumnya dalam proses pembelajaran siswa di MTs NW Suradadi bersikap pasif, mereka baru aktif jika diberikan tugas atau disuruh oleh guru. Metode yang digunakan umumnya ceramah, mencatat, dan pemberian tugas. Jika tidak dilakukan perubahan dalam proses pembelajaran, maka sikap siswa tetap pasif, level berpikirnya pun hanya pada tahap mengingat, hafalan dan jika diberi soal berpikir dan konseptual mereka tidak mampu menyelesaikannya. Akhirnya nilai yang dicapai rendah. Oleh sebab itu, untuk menciptakan proses pembelajaran yang lebih efektif, meningkatkan intraksi yang terjadi pada siswa, dan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa, maka perlu ada metode pembelajaran yang tepat di dalam proses pembelajaran.
Peneliti menggunakan model pembelajaran Tipe Jigsaw untuk meningkatkan pembelajaran yang lebih efektif dan dapat meningkatkan intraksi antar siswa, karena dengan menggunakan model pembelajaran Tipe Jigsaw siswa akan mendiskusikan materi pembelajaran yang diberikan oleh Guru, sehingga siswa tidak hanya bengong di dalam menerima pelajaran karena guru yang memberikan pembelajaran hanya dengan metode ceramah dimana siswa hanya akan bersikap pasif, siswa hanya bisa mengingat dan menghafal. Begitu juga dengan metode pembelajaran Tipe TGT (Teams Games Tournament) siswa akan terlihat lebih aktif, karena siswa disini akan diberikan permainan oleh Guru dan bertanding melawan kelompok lain dengan mengejar skor terbanyak, sehingga siswa yang sebelumnya hanya menerima ceramahan dan catatan, maka dengan menggunakan metode pembelajaran Tipe TGT (Teams Games Tournament) siswa akan lebih giat dan aktif di dalam belajar karena siswa dituntut untuk memberikan sumbangan skor kepada anggota kelompoknya dengan cara menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diberikan, sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
Dari uraian di atas penulis ingin melakukan penelitian dengan mengangkat judul “Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran Tipe Jigsaw dan Tipe TGT (Teams Games Tournament) Terhadap Prestasi Belajar Siswa di MTs NW Suradadi Tahun Ajaran 2010/2011”

Batasan Masalah
Untuk mengarahkan dari ruang lingkup penelitian ini maka dibuat batasan masalah sebagai berikut:
Pengaruh penggunaan model pembelajaran tipe Jigsaw dan TGT (Teams Games Tournament) terhadap prestasi belajar siswa di MTs NW Suradadi Tahun Ajaran 2010/2011.
Objek penelitian adalah siswa kelas VIII MTs NW Suradadi Tahun Ajaran 2010/2011.

Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: “Apakah ada perbedaan pengaruh penggunaan model pembelajaran tipe Jigsaw dan tipe TGT (Teams Games Tournament) terhadap prestasi belajar siswa di MTs NW Suradadi Tahun Ajaran 2010/2011”?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan diadakan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan pengaruh penggunaan model pembelajaran tipe Jigsaw dan tipe TGT (Teams Games Tournament) terhadap prestasi belajar siswa di MTs NW Suradadi Tahun Ajaran 2010/2011.

Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
Bagi Guru
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada guru IPS Terpadu tentang pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan tipe TGT (Teams Games Tournament) sehingga dapat dijadikan acuan dalam memilih metode pembelajaran yang efektif.
Bagi Siswa
Dengan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan TGT (Teams Games Tournament) dapat meningkatkan motivasi dan minat siswa dalam belajar IPS Terpadu.
Bagi Sekolah
Hasil penelitian ini dapat menjadi sumber informasi kepada sekolah tentang salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa.

BAB II
LANDASAN TEORI
Belajar dan Pembelajaran
Difinisi Belajar
Belajar merupakan suatu proses yang kompleks terjadi pada setiap orang seumur hidupnya. Menurut Winata Putra (2005) belajar adalah proses mental dan emosional atau proses berpikir dan merasakan. Seseorang dikatakan belajar apabila pikiran dan perasaannya aktif. Aktivitas perasaan dan pikiran itu sendiri tidak dapat di amati orang lain, akan tetapi terasa oleh orang yang bersangkutan. Sedangkan menurut ahli pendidikan modern dalam Aqib (2003), belajar adalah suatu bentuk pertumbuhan atau perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara bertingkah laku yang baru berkat pengalaman dan latihan.
Belajar merupakan suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri siswa. Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditujukan dalam berbagai bentuk seperti berubah pengetahuannya, pemahamannya, tingkah lakunya, keterampilanya, kecakapan dan kemampuannya yang ada pada diri siswa (Sudjana, 2002).
Definisi belajar menurut Hilhard Bower dalam buku Theories of Learning (1975). Belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang – ulang dalam situasi itu, dimana perubahan tingkah laku itu tidak dapat dijelaskan atau dasar kecendrungan respon pembawaan kematangan.
Menurut Gagne dalam buku The Condition of Learning (1977) Belajar terjadi apabila sesuatu situasi stimulus bersama dengan isi ingatan mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga perbuatannya (performance-nya) berubah dari waktu sebelum ia mengalami situasi itu ke waktu sesudah ia mengalami situasi tadi.
Sedangkan Drs. M. Ngalim Purwanto, MP memberikan definisi belajar dari beberapa elemen :
Belajar adalah merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku dimana perubahan itu dapat mengarah kepada tingkah laku yang lebih baik tetapi ada kemungkinan mengarah kepada tingkah laku yang lebih buruk.
Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan atau pengalaman dalam arti perubahan-perubahan yang disebabkan oleh pertumbuhan atau tidak dianggap sebagai hasil belajar seperti perubahan-perubahan yang terjadi pada diri seorang bayi.
Belajar adalah perubahan relatif mantap, harus merupakan akhir dari pada suatu priode waktu yang cukup panjang.
Belajar merupakan perubahan tingkah laku yang menyangkut berbagai aspek kepribadian, baik fisik maupun psikis seperti : perubahan dalam pengertian, pemecahan suatu masalah, berpikir, keterampilan, kecakapan, kebiasaan ataupun sikap.
Menurut Djamrah (2002) belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat pengalaman dan latihan yang menyangkut pengetahuan keterampilan maupun sikap bahkan meliputi segenap aspek organisme atau pribadi.
Menurut Gagne (dalam Dimyanti dan Muujiono, 2006) belajar merupakan seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi lingkungan, melewati pengolahan informasi, menjadi kapibilitas baru. Kapabilitas / kemampuan siswa tersebut berupa:
informasi verbal yaitu kapabilitas untuk mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tulis;
keterampilan intelektuan adalah kecakapan yang berfungsi untuk berhubungan dengan lingkungan hidup serta mempersentasikan konsep dan lambing;
strategi kognitif adalah kemampuan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri, kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah;
keterampilan motorik adalah kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani;
sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penelitian terhadap objek tersebut,
Dari difinisi diatas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses yang komplek yang terjadi seumur hidup manusia untuk memperoleh perubahan secara terus menerus baik perubahan sikap dan tingkah laku, serta penambahan pengetahuannya melalui interaksi dengan lingkungannya.

Faktor –faktor yang mempengaruhi belajar.
Dalam prosesnya tidak semua orang yang belajar itu bisa mencapai tujuan belajar yaitu terbentuknya perubahan. Berhasil atau tidaknya seseorang dalam belajar di sebabkan beberapa faktor yang mempengaruhi pencapaian hasil belajar. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi belajar yaitu faktor internal, faktor eksternal dan faktor pendekatan belajar.
Faktor internal
Meliputi dua aspek yaitu :
Aspek fisiologis
Asperk fisikologis meliputi :
Intelegensi siswa, sikap siswa, bakat siswa, minat siswa, motivasi siswa.
Faktor eksternal
Meliputi dua aspek yaitu :
Lingkungan sosial.
Lingkungan non sosial.
Faktor pendekatan belajar.
Merupakan jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran dalam membahas materi-materi pembelajaran.

Difinisi Pembelajaran.
Pembelajaran merupakan suatu sitem lingkungan belajar yang terdiri dari unsur tujuan, bahan pelajaran, strategi, alat, siswa, dan guru (Winataputra, 2005).
Pembelajaran dapat di definisikan sebagai suatu system atau proses membelajarkan subjek didik / pembelajaran yang direncanakan / didesain, dilaksanakan dan di evaluasi secara sistematik agar subjek didik pembelajaran dapat mencapai tujuan – tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien.
Menurut Gagne, Briggs, dan wagner dalam Udin S. Winataputra (2008) pengertian pembelajaran adalah serangkaian kegiatan yang dirancang untuk memungkinkan terjadinya proses belajar pada siswa.
Menurut UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Ciri utama dari pembelajaran adalah inisiasi, fasilitasi, dan peningkatan proses belajar siswa. Sedangkan komponen-komponen dalam pembelajaran adalah tujuan, materi, kegiatan, dan evaluasi pembelajaran.
Pembelajaran adalah pengembangan pengetahuan, keterampila atau sikap baru pada saat individu berinteraksi dengan informasi dan lingkungan. Pembelajaran terjadi sepanjang waktu ( Depdikbud, 2005 ). Sedangkan menurut Mulyasa ( 2002 ) pembelajaran pada hakekatnya adalah proses interaksi antar peserta didik dengan lingkungannya sehingga terjadi perubahan prilaku ke arah yang lebih baik dalam interaksi tersebut banyak faktor yang mempengaruhi, baik faktor internal yang datang dari dalam individu, maupun faktor eksternal yang datang dari lingkungan. Dalam pembelajaran tugas guru yang paling utama adalah mengkondisikan lingkungan agar menunjang perubahan prilaku peserta didik.

Prestasi Belajar
Setiap kegiatan atau usaha yang telah dilakukan perlu dilakukan penilaian unttuk mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan yang dicapai, sehingga dapat diketahui apakah tujuan kegiatan pembelajaran telah tercapai atau belum. Dan dalam setiap proses pembelajaran akan menghasilkan perubahan pada siswa yang berdampak pada perubahan tingkah laku atau prestasi belajar siswa.
Menurut Sutartinah (2001) prestarsi belajar adalah penilaian hasil usaha kegiatan belajar yang dinyatakan dengan angka, huruf maupun dengan kalimat yang dapat mencerminkan hasil yang telah dicapai oleh setiap siswa dalam periode tertentu.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah hasil yang diperoleh atau perubahan tingkah laku seseorang setelah mengikuti proses belajar mengajar yang dapat dilihat berupa angka atau nilai dalam priode tertentu.
Adapun faktor – faktor yang mempengaruhi prestasi belajar antara lain :
Faktor intern yaitu faktor yang ada dalam diri siswa yang sedang belajar, diantaranya adalah :
Faktor jasmaniah : faktor kesehatan dan cacat tubuh.
Faktor psikologis : faktor intelejensi, perhatian, minat, dan bakat.
Faktor kelelahan.
Faktor ekstern yaitu faktor yang ada di luar diri siswa, diantaranya adalah :
Faktor keluarga : cara orang tua mendidik, suasana rumah.
Faktor sekolah : metode mengajar, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, kedisiplinan sekolah, metode belajar dan tugas rumah.

Pembelajaran Kooperatif.
Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sengaja mengembangkan interaksi yang saling asuh untuk menghindari ketersinggungan dan kesalah pahaman yang dapat menimbulkan permusuhan. Dalam pembelajaran kooperatif terdapat elemen – elemen yang saling terkait, elemen – elemen itu antara lain : (1) Saling ketergan tungan posotif; (2) Interaksi tatap muka; (3) Akuantabilitas individual, dan (4) Keterampilan untuk menjalankan hubungan antas pribadi atau keterampilan sosial yang secara sengaja diajarkan (Nurhadi, 2004 ).
Sedangkan menurut Depdikbud (2005) suatu model pembalajara dimana siswa belajar dalam kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan yang berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompok, setiap ,anggota kelompok saling kerja sama dan membantu untuk memahami suatu bahan pelajaran. Belajar belum selesai apabila salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran.
Dalam pembelajaran kooperatif tidak hanya mempelajari materi pembelajaran saja, namun siswa juga harus mempelajari keterampilan – keterampilan khusus yang disebut keterampilan kooperatif. Keterampilan kooperatif ini berfungsi untuk melancarkan hubungan kerja dan tugas. Peran hubungan kerja dapat dibangun dengan mengembangkan komunikasi antar anggota kelompok. Sedangkan peranan tugas dilakukan dengan membagi tugas antar anggota kelompok selama kegiatan pembelajaran. Luundgren dalam Dekdikbud (2005) membagi keterampilan kooperatif menjadi sebagai berikut :
Keterampilan kooperatif tingkat awal, meliputi :
Meggunakan kesepakatan.
Menghargai konstribusi.
Mengambil giliran dan berbagai tugas.
Berada dalam kelompok.
Berada lama tugas..
Mendorong partisipasi.
Mengundang orang lain untuk berbicara.
Menyelesaikan tugas pada waktunya.
Menghormati perbedaan individu.
Keterampilan kooperatif tingkat menengah, meliputi :
Menunjukkan penghargaan dan simpati.
Mengungkapkan ketidak setujuan dengan cara yang dapat diterima.
Mendengarkan dengan aktif.
Bertanya.
Membuat ringkasan.
Menafsirkan.
Mengatur dan mengorganisir.
Menerima tanggung jawab.
Mengurangi ketegangan.
Keterampilan kooperaatif tingkat mahir, meliputi :
Mengelaborasi.
Memeriksan dengan cermat.
Menanyakan kebenaran.
Menetapkan tujuan.
Berkompromi.

Langkah – langkah Pembelajaran Kooperatif
Terdapat enam langkah utama atau tahapan di dalam pelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif. Enam tahap pembelajaran kooperatif itu di rangkum pada table di bawah ini :
Sintaks model pembelajaran kooeratif
Fase – fase Tingkah laku guru
Fase 1
Menyampaikan tujuan dan motivasi siswa.

Fase 2
Menyajikan informasi.

Fase 3
Mengorganisasikan siswa kedalam kelompok- kelompok belajar.

Fase 4
Membimbing kelompok bekerja dan belajar.

Fase 5
Evaluasi.

Fase 6
Meberikan penghargaan.
Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pelajaan tersebut dan memotivasi siswa belajar.

Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.

Guru membimbing kelompok – kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas meraka.

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing – masing kelompok mempersentasikan hasil kerjanya.

Guru mencari cara – cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.

Keuntungan dan kelemahan model pembelajaran kooperatif.
Johnson dan Jonson dalam Nurhadi (2004) menunjukkan berbagai keuntungan dari pembelajaran kooperatif sebagaimana terurai berikut ini:
Memudahkan siswa dalam melakukan penyesuaian social.
Mengembangkan kegembiraan balajar yang sejati.
Memungkinkan para siswa belajar mengenai sikap, keterampilan, informasi, prilaku sosial, dan pandangan.
Memungkinkan terbentuk dan berkembangnya nilai sosial dan komitmen.
Meningkatkan keterampilan metakognitif.
Menghilangkat sikap mementingkan diri sendiri atau egois.
Meningkatkan kepekaan dan kesetiakawanan sosial.
Menghilangkan siswa dari penderitaan akibat ketersendirian atau keterasingan.
Dapat menjadi acuan bagi perkembangan kepribadian yang sehat dan terintegrasi.
Membangun persehabatan yang dapat berlanjut hingga masa dewasa.
Mencegah timbulnya gangguan kejiwaan.
Mencegah adanya kenakalan dimasa remaja.
Menimbulkan prilaku rasional dimasa remaja.
Berbagi keterampilan sosial yang diperlukan untuk memelihara hubungan saling membutuhkan dapat diajarkan dan diperaktekkan.
Meningkatkan rasa saling percaya kepada sesame manusia.
Meningkatkan kemampuan memandang masalah dan situasi dari berbagai perspektif.
Meningkatkan perasaan penuh makna mengenai arah dan tujuan hidup.
Meningkatkan keyakinan terhadap ide atau gagasan sendiri.
Meningkatkan ketersediaan menggunakan ide orang lain yang dirasakan lebih baik.
Meningkatkan motivasi belajar intrinsik.
Meningkatkan kegemaran berteman tanpa memandang perbedaan kemampuan, jenis kelamin, nomal atau cacat, etnis, kelas sosial, agama, dan orientasi tugas.
Mengembangkan kesadaran bertanggung jawab dan saling menjaga perasaan.
Meningkatkan sikap positif terhadap belajar dan pengalaman belajar.
Meningkatkan kesehatan pisikologis.
Meningkatkan sikap tenggang rasa.
Meningkatkan keterampilan hidup bergotong royong.
Meningkatkan kemampuan berfikir divergen atau berfikir kreatif.
Memungkinkan siswa mampu mengubah pandangan klise dan sterotup menjadi pandangan yang dinamis dan realistis.
Meningkatkan rasa harga diri.
Memberikan harapan yang lebih besar bagi terbentuknya manusia dewasa yang mampu manjalani hubungan positif dengan sesamanya, baik di tempat kerja maupun di masyarakat.
Meningkatkan hubungan positif antara siswa terhadap guru dan personil sekolah.
Meningkatkan pandangan siswa terhadap guru yang bukan hanya sebagai penunjang keberhasilan akademik tetapi juga perkembangan kepribadian yang sehat dan terintegrasi.
Meningkatkan pandangan siswa terhadap guru yang bukan hanya pengajar tetapi juga pendidik.
Disamping keuntungan – keuntungannya pembelajaran kooperatif juga mempunyai kelemahan – kelemahan. Kelemahan – kelemahan ytersebut dapat ditinjau dari dua segi yaitu :
Segi penyusunan kelompok.
Sulit membuat kelompok yang homogen baik intelegensi, bakat dan minat atau daerah tenpat tinggal.
Murid – murid yang oleh guru telah dianggap homogen sering tidak merasa cocok dengan anggota kelompoknya.
Pengetahuan guru tentang pengelompokan kadang – kadang masih belum mencakupi.
Segi kerja kelompok.
Pemimpin kelompok kadang – kadang sukar untuk memberikan pengertian kepada anggota, silit untuk menjelaskan dan mengadakan pembagian kerja.
Anggota kadang – kadang tidak memenuhi tugas yang diberikan oleh pemimpin kelompok.
Selama belajar bersama – sama kadang – kadang tidak terkendali sehingga menyimpang dari rencana berlarut – larut.

Tipe – tipe pembelajaran kooperatif.
Dalam pembelajaran kooperatif terdapat beberapa variasi. Variasi – variasi tersebut antara lain : STAD (Student Teams-Achuevement), TGT (Teams Games Tournament), Jigsaw, TPS (Think-Pair-Share), NHT (Number-Head_Together), GU (Group Unvestigesion).

Pembelajaran Kooperetif Tipe Jigsaw
Dalam pembelajaran Jigsaw, siswa dibagi berkelompok dengan anggota kelompok 5 atau 6 orang secara heterogen. Materi pelajaran diberikan kepada siswa dalam bentuk teks yang telah dibagi bagi menjadi beberapa sub – bab. Setiap anggota kelompok membaca sub – bab yang ditugaskan dan bertanggung jawab untuk mempelajari bagian yang diberikan itu.
Anggota dari kelompok lain yang telah mempelajari sub – bab yang sama bertemu dalam kelompok – kelompok ahli untuk mendiskusikan sub – bab mereka. Setekah itu siswa kembali ke kelompok asal mereka dan bergantian mengajar teman satu kelompok mereka tentang bab – bab mereka. Setelah selesai pertemuan dan diskusi kelompok asal, siswa siswa dikenai kuis secara individu tentang materi belajar.

Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT (Team Games Tournaments)
TGT (Teams Games Tournament) atau Pertandingan Permainan Tim merupakan jenis pembalajaran kooperatif. Dalam pembelajaran TGT (Teams Games Tournament), siswa memainkan permainan dengan anggota- anggota tim lain untuk memperoleh tambahan poin pada skor tim mereka. Permainan disusun dari pertanyaan – pertanyaan yang relevan dengan pembelajaran yang dirancang untuk mengetes pengetahuan yang diperoleh siswa dari penyampaian pelajaran di kelas dan kegiatan – kegiatan kelompok. Permainan itu dimainkan pada meja – meja turnamen. Setiap meja turnamen dapat diisi oleh wakil-wakil kelompok yang berbeda, namun yang memiliki kemampuan setara. Turnamen ini memungkinkan bagi siswa dari semua tingkat untuk menyumbangkat dengan maksimal bagi skor – skor kelompoknya bila mereka berusaha dengan maksimal. Turnamen ini berperan sebagai reviu materi pelajaran.

Kerangka Berpikir
Untuk menciptakan peroses pembelajaran yang lebih efektif di dalam kelas dan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa sangat tergantung pada ke aktifan dan interaksi yang terjadi antar siswa. Interaksi antar siswa sangat dibutuhkan dalam proses belajar mengajar, karena dengan adanya interaksi dalam proses belajar maka siswa akan keliatan lebih aktif dan efektif sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
Salah satu cara untuk meningkatkan prestasi belajar siswa adalah dengan mengajak siswa untuk mendiskusikan materi pelajaran. Adapun metode yang tepat digunakan adalah metode pembelajaran kooperatif, diantaranya metode pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan tipe TGT (Teams Games Tournament). Pembelajaran dengan metode ini siswa akan lebih aktif dan efektif karena dalam pembelajaran ini siswa akan di bagi menjadi beberapa kelompok kecil untuk mendiskusikan masalah dalam materi pelajaran yang diberikan. Sehingga interaksi siswa yang terjadi di kelas dalam proses belajar akan lebih meningkat dan peran hubungan kerja dapat dibangun dengan mengembangkan komunikasi antar anggota kelompok. Dengan adanya pembelajaran ini diharapkan dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.

Hipotesis
Berdasarkan deskripsi teori dan rumusan masalah yang ada, maka hipotesis penelitian ini adalah “Ada perbedaan pengaruh penggunaan model pembelajaan tipe Jigsaw dan tipe TGT (Teams Games Tournament) terhadap prestasi belajar siswa di MTs NW Suradadi Tahun Ajaran 2010/2011”.

BAB III
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian dan Pendekatan.
Jenis penelitian adalah penelitian eksperimen. Penelitian eksperimen adalah suatu cara untuk mencari hubungan sebab akibat ( hubungan kausal ) antara dua faktor yang sengaja ditimbulkan oleh peneliti dengan mengeliminasi / mengurangi atau faktor-faktor lain yang bisa mengganggu (Arikunto, 2002). Dalam penelitian ini peneliti terjun langsung kelapangan melakukan eksperimen dengan memberikan perlakuan pada subjek penelitian yaitu memberikan model pembelajaran yang berada antar kelas yang satu dengan kelas yang lain dan mengamati proses pemberian perlakuan tersebut.
Adapun pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif adalah merupakan salah satu pendekatan yang ada dalam ilmu sosiologi. Pendekatan ini menentukan pada prosedur yang ketat dalam menentukan variabel-variabel penelitiannya. Pendekatan kuantitatif mementingkan adanya variabel-variabel sebagai obyek penelitian dan variabel-variabel tersebut harus dideinisikan dalam bentuk oprasionalisasi variabel masing-masing. Reabilitas dan validitas merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi dalam menggunakan pendekatan ini, karena kedua elemen tersebut akan menentukan kualitas hasil penelitian dan kemampuan replikasi serta generasi penggunaan model penelitian sejenis.
Selanjutnya, penelitian kuantitatif memerlukan adanya hipotesa dan pengujiannya yang kemudian akan menentukan tahapan-tahapan berikutnya, seperti penentuan tekhnik analisa dan formula statistik yang akan digunakan.
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di MTs NW Suradadi pada kelas VIII A dan VIII B pada bulan agustus 2010.

Variabel Penelitian
Variable yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
Variable bebas (X1) adalah model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournament).
Variable bebas (X2) adalah model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.
Variable terkait adalah prestasi belajar IPS Terpadu siswa kelas VIII MTs NW Suradadi Tahun Ajaran 2010/2011.

X1
Y
X2
Keterangan :
X1 = Model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournament).
X2 = Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.
Y = Prestasi belajar IPS Terpadu siswa kelas VIII MTs NW Suradadi Tahun Ajaran 2010/2011.

Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII MTs NW Suradadi tahun ajaran 2010/2011 yang berjumlah 70 orang. Sebaran populasi dapat dilihat pada table berikut ini.
Kelas Jumlah
VIIIA 35
VIIIB 35
Jumlah 70

Sampel
Sampel penelitian ini adalah kelas VIIIA untuk tipe Jigsaw dengan jumlah siswa sebanyak 35 orang dan kelas VIIIB untuk tipe TGT (Teams Games Tournament) sebanyak 35 orang sehingga berjumlah 70 dengan tehnik pengambilan sampel Cluster Random Sampling, yaitu tehnik pengambilan data secara acak per kelompok bukan per individu dengan catatan anggota kelompok mempunyai karakteristik yang sama. Untuk mengetahui karakteristik yang sama dilakukan uji homogenitas dengan uji F. dan uji homogenitas di peroleh dari nilai tes sub pokok bahasan kedua kelas sampel tersebut. Sampel dikatakan homogen jika F hitung r table, tes dikatakan valid sedangkan jika rxy < r table maka tes dikatakan tidak valid.

Reliabilitas Test
Reliabilitas test adalah tingkat kepercayaan / keteladanan suatu test untuk mengetahui tingkat reliabilitas suatu test digunakan rumus KR 20. Dengan rumus sebagai berikut :

rn = (K/(K-1))(V_(1 -∑▒pq)/V_1 ) (Arikunto, 2002)
Keterangan :
rn = Reliabilitas instrument
k = banyaknya butur pertanyaan
V1 = Varians total
P = Proporsi subyek yang menjawab betul pada sesuatu butir (proporsi subyek yang mendapat skor 1)

Analisis Data
Data yang telas diperoleh merupakan bahan mentah yang perlu diolah dan dianalisis terlebih dahulu dengan analisis statistik agar data tersebut mempunyai arti. Sebelum data dianalisis terlebih dahulu dilakukan uji homogenitas.

Uji Homogenitas
Untuk mengetahui apakah sampel yang diteliti homogen atau tidak maka dilakukan uji homogenitas dengan menggunakan uji F dengan rumus sebagai berikut :
F = Variansterbesar/Variansterkecil (Sugiono, 2003)
Harga F hitung yang didapatkan kemudian dibandingkan dengan F table dengan dk=n-1 dan taraf kesalahan ditetapkan = 5%. Bila F hitung F table maka varians tidak homogen.

Uji Hipotesis
Sesuai dengan tujuan utama penelitian ini, yaitu untuk mengetahui apakan prestasi belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams Games Tournament) lebih tinggi dari pada prestasi belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw maka diperlukan pengukuran komparasi, diantara tekhnik analisis komparasi yang ada. Karena jumlah anggota sampel sama dan homogen maka digunakan rumus t tes sparated varians. Rumusnya seperti persamaan sebagai berikut :

t = ((X_1 ) ̅- (X_2 ) ̅)/(√((s_1^2)/n_1 ) + (s_2^2)/n_1 ) (Sugiyono, 2003)

Keterangan :
(X_1 ) ̅ = Rata – rata sampel 1
(X_2 ) ̅ = Rata – rata sampel 2
n_1 = Jumlah sampel 1
n_2 = Jumlah sampel 2
s_1^2 = Varians sampel 1
s_2^2 = Varians sampel 2

Setelah harga t hitung ditemukan langkah selanjutnya adalah membandingkan harga t hitung dengan harga t table, dengan tingkat signifikan ( beda nyata ) 5% sebagai standar penolakan dan derajat kebebasan dk = n1 + n2 – 2. Apabila harga t hitung > table maka Ha diterima dan Ho ditolak, begitu juga sebaliknya. Apabila harga t hitung F hitung jadi sampel pada penelitian ini homogen.

C. Hasil Analisis Data
Untuk mengetahui adanya perbedaan prestasi belajar IPS Terpadu siswa yang menggunakan model pembelajaran Jigsaw dengan pembelajaran TGT (Team Games Tournamens), digunakan analisis data statistik yaitu dengan menggunakan uji t rumus sparted varians. Adapun hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
Ha: Prestasi belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran koopratif tipe TGT (Team Game Tournaments) lebih tinggi dari prestasi belajar siswa yang menggunakan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw di MTs NW Suradadi Tahun Ajaran 2010/2011.
Ho: Prestasi belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran koopratif tipe TGT (Team Game Tournaments) lebih rendah dari prestasi belajar siswa yang menggunakan pembelajaran koopratif tipe Jigsaw di MTs NW Suradadi Tahun Ajaran 2010/2011.

Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel berikut:
Tabel. 4.3.1. hasil analisis uji t dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
No Kelas n Rata-rata t hitung t tabel
1 VIIIA 35 59,38 2,78 1,998
2 VIIIB 35 64,46
*Mengenai data pada tabel diatas perhitungannya bisa dilihat pada lampiran
Berdasarkan tabel diatas, diperoleh t hitung sebesar 2,78 dan t tabel sebesar 1,998 maka t hitung > t tabel (2,78>1,998) dengan taraf signifikasi 5% (0,05) dan derajad kebebasan dk = n1 + n2 – 2 = 35 + 35 – 2 = 68, dengan demikian Ho yang berbunyi “Prestasi belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran koopratif tipe TGT (Team Game Tournaments) lebih rendah daripada prestasi belajar siswa yang menggunakan pembelajaran koopratif tipe Jigsaw di MTs NW Suradadi Tahun Ajaran 2010/2011” ditolak dan Ha yang berbunyi “Prestasi belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran koopratif tipe TGT (Team Game Tournaments) lebih tinggi daripada prestasi belajar siswa yang menggunakan pembelajaran koopratif tipe Jigsaw di MTs NW Suradadi Tahun Ajaran 2010/2011” diterima. Hal ini berarti bahwa ada perbedaan prestasi belajar siswa kelas VIIIA menggunakan model pembelajaran koopratif tipe Jigsaw dengan prestasi belajar siswa kelas VIIIB yang menggunakan model belajar tipe TGT (Team Game Tournaments).

BAB V
PEMBAHASAN

Dari hasil penelitian didapatkan ada perbedaan prestasi belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran koopratif tipe Jigsaw dengan siswa yang menggunakan model pembelajaran koopratif tipe pada pokok bahasan Berbagai Penyakit Sosial Sebagai Akibat Penyimpangan Sosial di MTs NW Suradadi Tahun Ajaran 2010/2011. Perbedaan ini dapat dilihat dari perolehan nilai rata-rata kedua kelas. Dimana rata-rata kelas VIIIA yang menggunakan pembelajaran Jigsaw adalah 59,38 lebih rendah dari rata-rata yang diperoleh kelas VIIIB yang menggunakan pembelajaran TGT (Team Games Tournaments).
Dalam penelitian ini ada atau tidaknya perbandingan prestasi belajar IPS Terpadu pada pokok pembahasan Berbagai Penyakit Sosial Sebagai Akibat Penyimpangan Sosial dapat dilihat pada uji t, dari hasil perhitungan didapatkan bahwa t hit = 2,78 dan t tabel = 1,998 dengan dk = n1 + n2 – n = 35 + 35 – 2 = 68 pada taraf kepercayaan 95%. Jadi t hitung > t tabel (2,78>1,998) yang berarti bahwa ada perbandingan prestasi belajar IPS Terpadu siswa yang menggunakan model pembelajaran koopratif tipe Jigsaw dengan tipe TGT (Team Game Tournaments) di MTs NW Suradadi Tahun Ajaran 2010/2011. Dimana prestasi belajar IPS Terpadu siswa yang diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran TGT (Team Game Tournaments) lebih tinggi dari prestasi belajar IPS Terpadu siswa yang menggunakan model pembelajaran Jigsaw.
Hasil penelitian ini serupa dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Iwan Sumantri (2009) yang membandingkan model pembelajran koopratif tipe TGT (Team Game Tournaments) dengan tipe STAD pada pembelajaran matematika siswa di SMP, yang menyatakan bahwa prestasi belajar siswa yang menggunakan pembelajaran TGT (Team Game Tournaments) lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang menggunakan tipe STAD.
Pembelajran kooperatif tipe TGT (Team Game Tournaments) mengandung unsur permainan yang bisa menggairahkan semangat belajar. Aktivitas belajar dengan permainan memungkinkan kejujuran, kerjasama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar. Dalam penerapannya dikelas siswa dibagi menjadi 5 kelompok yang masing-masing kelompok beranggotakan 7 orang. Game pada pembelajaran ini terdiri atas pertanyaan sederhana yang ditulis pada kartu dan diberi nomor, kemudian siswa memilih kartu dan menjawab pertanyaan sesuai dengan nomor kartu dan siswa yang benar diberi skor.
Lebih tingginya nilai rata-rata yang didapatkan oleh kelas TGT (Team Game Tournaments) disebabkan karena siswa lebih termotivasi dan lebih bersemangat dalam proses pembelajaran karena model pembelajaran TGT (Team Game Tournaments) merupakan model pembelajaran yang bersifat kompetisi artinya di dalam model pembelajaran ini terdapat suatu turnamen atau permainan antar kelompok. Dimana setiap anggota satu persatu maju untuk mewakili kelompoknya untuk berkompetisi dengan kelompok lain. Setiap anggota kelompok selalu mengharakan kelompoknya menjadi kelompok yang terbaik. Hal inilah yang menyebabkan siswa menjadi lebih termotivasi untuk mempelajari materi pelajarannya. Dalam proses pembelajaran dengan model pembelajaran TGT (Team Game Tournaments) juga terdapat kendala yakni saat terjadi turnamen guru tidak bisa mengendalikan siswa, setiap siswa bersorak-sorak ketika perwakilan kelompoknya akan maju sehingga suasana didalam kelas menjadi ribut.
Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dpat meningkatkan rasa tanggung jawab siswa pada pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan tetapi juga harus siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kolompok yang lain. Pembelajaran ini juga dapat meningkatkan bekerjasama secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan. Dalam model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, terdapat kelompok ahli dan kelompok asal. Kelompok asal adalah kelompok awal siswa terdiri dari beberapa anggota kelompok ahli yang dibentuk dengan memperhatikan keragaman dan latar belakang. Kelompok ahli, yaitu kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok lain (kelompok asal) yang ditugaskan untuk mendalami topik tertentu untuk kemudian di jelaskan kepada anggota kelompok asal. Para anggota dari kelompok asal yang berbeda, bertemu dengan topik yang sama dalam kelompok ahli untuk berdiskusi dan membahas masalah materi yang ditugaskan pada masing-masing anggota kelompok serta membantu satu sama lain untuk mempelajari topik mereka tersebut. Disini, peran guru adalah memfasilitasi dan memotivasi para anggota kelompok ahali agar mudah untuk memahami materi yang diberikan. Setelah pembahasan selesai, para anggota kelompok kemudian kembali pada kelompok asal dan mengajarkan pada teman sekelompoknya apa yang telah mereka dapatkan pada saat pertemuan di kelompok ahli. Para kelompok ahli harus mampu untuk membagi pengetahuan yang didapatkan saat melakukan diskusi di kelompok ahli, sehingga pengetahuan tersebut diterima oleh setiap anggota pada kelompok asal. Kunci tipe Jigsaw ini adalah interdependence setiap siswa terhadap anggota tim yang memberikan informasi yang diperlukan.
Lebih rendahnya nilai rata-rata yang didapatkan oleh kelas VIIIA yang siswanya di ajarkan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dibutuhkan waktu yang cukup lama dan pengaturan tempat yang bervariasi agar siswa lebih mudah beradaptasi dengan pendekatan pembelajaran yng diberikan, karena pendekatan Jigsaw baru pertama kali diterapkan di kelas tersebut.
Selain itu, sebagian siswa sulit diatur untuk pindah dari kelompok asal ke kelompok ahli dan dari kelompok ahli ke kelompok asal. Sehingga yang terjadi adalah kegaduhan dan keributan di dalam kelas yang mengakibatkan siswa kehilangan konsentrsasi terhadap pelajaran dan waktu/jam pelajaran banyak terbuang. Kendala lain yang dihadapi adalah cenderung diskusi siswa pada kelompok ahli didominasi oleh siswa yang lebih pintar walaupun semua anggota kelompok ahli mempunyai tanggung jawab yang sama untuk menjelaskan materi yang telah didiskusikan ke kelompok asal, hal ini disebabkan karena jumlah anggota kelompok pada setiap anggota kelompok ahli cukup besar yaitu sebanyak 7 orang sehingga diskusi berjalan kurang efektif. Selain itu juga, siswa pada kelompok ahli tergesa-gesa dalam menyelesaikan soal-soal yang ada di LKS dan tidak jarang akhirnya penyelesaian soal lebih banyak dikerjakan oleh anggota kelompok yang berkemampuan tinggi. Kendala lain yang di hadapi adalah sebagian besar siswa belum menguasai materi yang diberikan sehingga membuat waktu menjadi tidak efisien. Banyak siswa yang mengeluh tentang kesulitan mereka dalam mengajarkan apa yang telah dipelajarinya dalam kelompok ahli untuk diajarkan pada teman-temannya dikelompok asal dengan bahasa yang mudah dimengerti sehingga siswa cenderung hanya menguasai bagian-bagian tertentu dari tugas yang diberikan.

BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data maka dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar siswa yang menggunakan pembelajaran koopratif tipe TGT (Team Game Tournaments) lebih tinggi dari prestasi belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran koopratif tipe Jigsaw pada pokok bahasan Berbagai Penyakit Sosial Sebagai Akibat Penyimpangan Sosial di MTs NW Suradadi.
Adapun hasil analisisnya adalah diperoleh t hitung sebesar 2,78 dan t tabel sebesar 1,998 maka t hitung > t tabel (2,78>1,998) dengan taraf signifikasi 5% (0,05) dan derajad kebebasan dk = n1+n2–2 = 35 + 35–2=68, dengan demikian Ho yang berbunyi “Prestasi belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran koopratif tipe TGT (Team Game Tournaments) lebih rendah daripada prestasi belajar siswa yang menggunakan pembelajaran koopratif tipe Jigsaw di MTs NW Suradadi Tahun Ajaran 2010/2011” ditolak dan Ha yang berbunyi “Prestasi belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran koopratif tipe TGT (Team Game Tournaments) lebih tinggi daripada prestasi belajar siswa yang menggunakan pembelajaran koopratif tipe Jigsaw di MTs NW Suradadi Tahun Ajaran 2010/2011” diterima.

B. Saran
Dari hasil penelitian yang diperoleh maka peneliti menyampaikan saran-saran sebagai berikut:
Kepada guru IPS Terpadu dapat menjadikan model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Team Game Tournaments) dan Jigsaw sebagai salah satu alaternatif model pembelajaran dalam kegiatan belajar mengajar.
Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut tentang perbandingan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dengan tipe TGT (Team Game Tournaments) pada materi dan sekolah yang berbeda.

Kategori:Uncategorized
  1. Belum ada komentar.
  1. No trackbacks yet.

Tinggalkan komentar